Kisah Horor Tragedi di Sungai Pamah daerah Deli Tua, Medan

Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Ketika itu, daerah Deli Tua, Medan, masih belum seramai sekarang. Saat itu angkutan transfortasi belum terlalu ramai, penduduk nya pun belum sepadat sekarang. Selain itu di daerah Deli Tua masih terdapat tempat - tempat yang berupa hutan semak belukar.

Pak somat, seorang penduduk setempat yang pekerjaan sehari - harinya bercocok tanam di ladang warisan orang tuanya. Ia menanam sayur - mayur, seperti: kacang panjang, terong, timun, cabe, singkong dan lain - lain. Sayuran itu di jual ke pasar seminggu sekali. Uang hasil penjualan sayuran dibelikan beras, minyak, gula dan kebutuhan lainnya.

Untuk lauknya pak somat, setiap sore memancing ikan di Sungai Pamah. Biasanya hasil tangkapan ikan yang di peroleh, langsung di masak. Apabila hasil pancingan ikan berlebih, terkadang ikan itu di jual kepada tetangganya.

Istri Pak Somat, Bu Lasmi, selain membantu di ladang, di rumahnya juga memelihara ternak ayam dan bebek. Begitulah kehidupan Pak Somat dan istrinya sehari - hari. Suatu ketika di sore hari, Pak Somat sedang mempersiapkan pancingannya.

Dari arah dapur Bu Lasmi berkata, "Pak, tadi malam aku bermimpi rumah kita seperti nya ada hajatan. Orang - orang ramai sekali berdatangan. Tapi saat menyambut tamu kamu sepertinya berpakaian pengantin. Kata orang mimpi seperti itu nggak baik.

"Ah, kamu mimpi gitu aja di pikirin, mimpi kan bunga nya tidur, Bu! " ujar Pak Somat. Pak somat pun hanya bisa berkata "Sudahlah lagian ini masih jam malam lanjut tidur dulu aja saya masih ngantuk"

Iya Pak, aku ko malah takut di tinggalin kamu. Udahlah sore ini kamu gak usah mancing. Firasatku nggak enak, takut ada terjadi apa - apa dengan Bapak " kilas sang istri. Meskipun sang istri mengatakan tentang perasaan buruknya, namun tetap saja pak somat masih tidak menanggapi ucapannya sang istri.

"Alaah, aku kan mancing dekat sini. Kalo gak percaya kamu boleh nyusul aku ", bantah Pak Somat. "Aku pergi dulu ya bu? "Katanya saat akan meninggalkan rumah. Dengan bersiul - siul kecil Pak Somat mengayunkan langkah kakinya. Di tangannya ia menenteng umpan cacing dan mata kailnya.

Tak berapa lama Pak Somat sampai di sebuah lubuk, tempat biasa ia memancing. Aneh, biasanya bila Pak Somat melemparkan mata pancingannya, dalam sebentar ikan - ikan di lubuk itu akan berebutan memakan umpannya. Selain itu di air sungai yang jernih kelihatan ikan itu hilir mudik menunggu lemparan pancing berikutnya.

Namun sore ini sungguh berbeda, sudah sekian lama menunggu, tak satupun mata pancingannya di sentuh ikan. Seperti nya ikan - ikan itu mogok makan dan tak kelihatan sama sekali.

"Ah ada apa ini?. Kok sore ini nasibku apes benar!" keluh Pak Somat sambil menenangkan perasaannya yang galau. Meski dia tahu dengan keadaan ikan yang terbilang sepi, pak somat dengan sabar masih tetap mencoba bertahan demi pancingannya itu. Dan selang beberapa jam akhirnya pak somat mulai kesal dan merasa dirinya menyerah.

Dalam keputus - asaan itu, Pak Somat berjalan ke arah hulu sungai, tanpa sadar tempat yang ia tujuinya ternyata sudah jauh di dalam hutan. Tiba di sebuah lubuk, ia melihat gerombolan ikan melompat - lompat di dalam air. Ikan - ikan tersebut besar - besar dan jinak - jinak.

Melihat pemandangan di depan matanya, Pak Somat tak sabar memasang umpan pancingnya lagi. Bahkan ia lupa kalo saat itu alam sudah mulai diliputi oleh kegelapan tanda malam sebentar lagi akan tiba.

Setelah melemparkan kailnya, dalam waktu singkat Pak Somat memperoleh hasil tangkapan ikan yang lumayan banyak. Ikan tersebut di masukannya ke dalam sebuah wadah anyaman bambu yang di bawanya dari rumah. Setelah di rasanya cukup banyak dan haripun semakin gelap, Pak Somat bersiap - siap untuk pulang.

Sambil menenteng hasil pancingannya Pak Somat berjalan ke luar hutan. Ia menyusuri sungai pamah yang menuju rumahnya.

Namun aneh, rasanya ia telah jauh berjalan meninggalkan lubuk itu, namun saat ia berhenti dan memperhatikan keadaan sekelilingnya, ia kaget karena dari tadi ia hanya berputar - putar di situ saja. Persisnya ia berada di bawah pohon asam, hutan tempat ia menaruh hasil pancingannya.

"Aneh, kenapa aku masih berada di tempat ini? " mengapa aku tak dapat menemukan jalan kembali ke rumah? "Pikir Pak Somat, dengan hati penuh kegelisahan.

Lelaki setengah baya itu terduduk lemas. Tenaganya telah terkuras habis untuk berjalan, tapi ternyata ia tak pernah pergi jauh dari pohon asem besar itu. Dengan nalar Pak Somat memandang ke arah langit. Saat itu, gelapnya malam kian pekat menyelimuti bumi. Dan di dalam hutan yang sunyi itu hanya kegelapan malam yang sudi menemaninya.

Setelah beberapa lamanya istirahat, dengan sisa - sisa tenaganya Pak Somat kembali melangkahkan kakinya. Meski ia tak lagi berputar di sekitar pohon asem itu, namun ia malah makin jauh tersesat di hutan.

Ingin sekali rasanya Pak Somat menangis meratapi nasibnya. Terlebih ketika itu hujan deras mulai turun dari langit, di iringi suara petir dan angin puting beliung. Sebentar kemudian sungai Pamah mulai meluap airnya.

Pak Somat yang tersesat tidak tahu arah lagi yang di tujunya, dalam gelap malam ia tertatih - tatih, hingga tanpa di sadarinya, kaki Pak Somat tergelincir. Tubuh nya jatuh ke sungai yang meluap airnya.

Ia berusaha menyelamatkan diri dan berenang ke tepi sungai. Namun seolah - olah ada kekuatan gaib yang menariknya, tubuh Pak Somat terseret ke sebuah pusaran air. Tangannya menggapai - gapai mencari pegangan untuk menyelamatkan diri. Namun semuanya sia - sia. Perlahan - lahan tubuh Pak Somat tenggelam, terbawa arus air yang deras.

Hujan kian deras. Sederas air mata Pak Somat yang sekejap kemudian akan menyongsong sang maut.

Di rumahnya, Bu Lasmi yang menunggu suaminya pulang dari memancing cemas saat melihat hujan turun deras sekali. Apalagi hingga malam hari Pak Somat belum juga pulang. Ketika hujan reda, Bu Lasmi terus pergi dari rumah. Ia meminta bantuan tetangganya untuk mencari Pak Somat.

Dengan membawa obor sebagai alat penerang, warga desa itu mencari Pak Somat. Tujuan mereka ke sungai Pamah, tempat biasanya Pak Somat memancing. Dalam kegelapan malam mereka menyusuri sungai mereka meneriakkan nama Pak Somat berulang - ulang.

Tapi hingga tengah malam, rombongan warga belum juga berhasil menemukan Pak Somat. Akhirnya mereka pulang untuk beristirahat dan berencana meneruskan pencarian besok hari.

Siangnya, rombongan warga memulai lagi pencarian. Tapi kali ini mereka ke arah hulu sungai tempat Pak Somat tenggelam. Pencarian warga mulai menampakkan hasil. Di bawah pohon asam, Pak Karta menemukan sandal dan alat pancing Pak Somat. Merekapun berkeliling di situ. Ada beberapa warga yang menyelam di sungai untuk mencari mayat Pak Somat.

Namun, pencarian mereka sia - sia belaka. Hingga sore hari mayat Pak Somat belum juga di temukan. Pak Hasan ketua kampung, mengusulkan warga agar ke rumah Pak Itam, yang merupakan pawang sungai.

Malam itu juga Pak Itam beserta warga ke lubuk tempat Pak Somat memancing. Di pinggir lubuk Pak Itam melakukan ritual pemujaan memohon kepada penghuni gaib sungai agar mengeluarkan mayat Pak Somat.

Tak lama kemudian, Pak Itam minta seekor ayam jago berbulu kriting pada Bu Lasmi. Setelah di dapat ayam tersebut, lalu di lemparkan ke dalam lubuk. Aneh, tiba - tiba lubuk itu seperti bergejolak.

Dalam sekejap mata dari dalam lubuk itu seperti keluar sesuatu yang mengambang. Setelah diperhatikan, ternyata benda itu adalah mayat nya Pak Somat.

Warga yang menyaksikan nya segera berenang dan menyeret mayat Pak Somat ke tepi sungai. Layaknya orang tenggelam, tubuh Pak Somat juga mengembung berisikan air. Mayat nya lalu di bawa ke desa. Pagi harinya yang di iringi dengan tangis Bu Lasmi dan putranya, Pak Somat di kuburkan di pemakan desa.

Sudah menjadi kebiasaan warga desa, tiga malam berturut - turut mengadakan acara tahlilan di rumah duka. Demikian juga malam pertama wafatnya Pak Somat itu. Di hadiri oleh kaum bapak - bapak dan anak muda, di rumah Bu Lasmi diadakan tahlilan.

Saat membacakan tahlilan itulah entah dari mana datangnya ada suara yang paraw dan agak cadel mengikuti suara tahlilan para warga.

Pak Karta yang mendengar pertama kali suara itu, langsung melihat ke arah teman - temannya. Namun ternyata bukan Pak Karta saja yang mendengar nya, selain itu juga mereka mencium bau kayu cendana yang menyengat hidung.

Setelah di perhatikan arah suara dan bau itu berasal dari bawah jendela. Tatkala pandangan mata di arahkan ke sana, tampaklah Pak Somat, jenazah yang tadi mereka kuburkan, duduk ikut tahlilan.

Tanpa di komando, seluruh warga yang sedang tahlilan beramburan lari ke luar rumah. Mereka histeris melihat kemunculan mayat Pak Somat yang masih mengenakan kain kafan.

Namun, dalam kegaduhan itu ada salah satu warga yang berlari mendatangi rumah kyai untuk minta bantuannya. Saat Pak Kyai datang, suara Pak Somat yang membaca tahlilan masih terdengar, dan ia masih tetap duduk pada posisi semula.

Pak Kyai lalu membaca doa. Setelah itu ia berkata kepada salah seorang warga desa, " tolong ambilkan sekop dan cangkul yang tadi di pakai untuk menguburkan jenazahnya Pak Somat ".

Seketika itu pula, secara perlahan - lahan penampakan wujud Pak Somat menghilang dari pandangan mata. Suara dan bau kayu cendawa juga turut raib bersamanya.

• Seputar Cerita Horor Malam Jum'at Kliwon

• Suara Hantu Kuntilanak Yang Terus Bergemuruh Di Telingaku

• Kisah Nyata Cerita Horor Panggilan Dari Seseorang Yang Menyerupai Temanku

• Seluk Beluk Film Kuntilanak II Yang Telah Tayang

• Horor Kejadian Mengerikan Di Tanggal 13 _ 2013

• The Nun 1 Kisah Horor Terbaru Dan Terupdate

• Kisah Nyata Cerita Horor Kuntilanak Ghost Of Story

• Kisah Nyata Horor Abis Kamar Kos Yang Berhantu

• Cerita Horor Di Perkosa Setan Yang Tak Terlihat

• Kisah Nyata Cerita Horor Terbaru Di Tahun 2018

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam