Viral Kisah Misteri KKN Desa Penari Tahapan Pertama (1)

Pada tahun 2019 akhir, semua anak angkatan 2005/2006 setelah hampir merampungkan persyaratan untuk mengikuti KKN yang dilakukan di beberapa desa sebagai salah satu syarat untuk melanjutkan tugas skripsi dari semua wajah antusias itu di kampus, terlihat salah satu seorang tampak menyendiri yaitu widya, begitu anak - anak lain memanggilnya ia tempak gelisah, gugup, menyepi, menyendiri sampai tiba - tiba ada sebuah panggilan telpon yang membuyarkan lamunannya itu.

"Aku sudah dapat tempat untuk KKN kata dari akhir telpon itu. Wajah yang sebelumnya terlihat muram itu, seketika berubah secara cepat menjadi sebuah senyuman yang manis untuk dilihat seolah ia bertanya dimana? Di kota B, disebuah Desa K, banyak proker untuk di kerjakan sahutnya. Di telpon terjawab dia mengatakan kota itu cocok untuk KKN kita, dan disaat itu juga, Widya langsung bergegas untuk mengajukan Prop KKN.

Semua persyaratan sudah terpenuhi, kecuali kelengkapan anggota dalam setiap kelompok harus minimal harus melibatkan 2 fakultas berbedapun dengan anggota minimal berjumlah 6 orang. "Tenang" kata Ayu, perempuan yang tempo hari memberikan kabar mengenai tempat KKN yang ia observasi bersama abangnya.

Benar saja, tidak beberapa lama munculah Bima dengan Nur, ia menyampaikan mengenai kelengkapan anggota 6 orang yang melibatkan 2 fakultas sudah disetujui. Siapa yang sudah gabung Nur? Tanya Ayu, temanku. 2 angkatan di atas kita, dan yang satunya lagi, temannya lega sudah. Begitupun batin Widya.

Keputusan KKN sudah disetujui semuanya, terdiri dari 2 fakultas dengan proker kelompok dan individu, untuk pengabdian di masyarakat yang akan di adakan atau diselenggarakan dalam kurun waktu sekitar 6 minggu. Hanya tinggal menunggu, pembekalan sebelum keberangkatan.

Nah hari sebelum malam pemberangkatan, Widya terlebih dahulu berpamitan kepada orang tuanya tentang progress KKN yang wajib ia tempuh, dan ketika orang tua Widya bertanya kemana projek KKN mereka, terlihat raut wajah tidak suka dari ibunya. Apa gak ada tempat lain, kenapa harus kota B tanya ibunya dengan raut wajah semakin menegang. Disana tempatnya bukannya hutan semua, tidak bagus untuk di tinggali oleh manusia.

Namun setelah Widya menjelaskan, bahwa sebelumnya sudah dilakukan observasi, wajah ibunya melunak. "Perasaan ibu gak enak, apa gak bisa di undur satu tahun lagi? Widya enggan melakukannya, maka meski berat, kedua orang tuanyapun terpaksa menyetujuinya. Hari pembekalan sebelum keberangkatan.

Widya, Bima, Nur, dan Ayu, matanya melihat ke sekeliling, khawatir, 2 orang yang seharusnya ikut pembekalan belum juga terlihat batang hidungnya, sampai, menjelang siang, 2 orang itu muncul, menyapa dan memperkenalkan dirinya di depan mereka. Wahyu dan Anton.

Setelah basa - basi begitu lamanya, bertanya seputar rencana KKN dari A sampai Z selesai, mereka akhirnya berangkat. Naik apa kita nanti? Kata Wahyu. " Elf mas" jawab Nur. Sampai desanya naik mobil Elf dik? "Tidak mas nanti berhenti di jalur hutan D, nanti ada yang jemput" sahut Nur.

Mendengar itu, Widya bertanya kepada Ayu. "Yu apa desanya gak bisa di masuki mobil?", Ayu hanya bisa menggelengkan kepala. "Gak bisa, tapi dekat kok dari jalan besar 45 menit kemungkinan. Sesuai apa yang Nur katakan. Mobil berhenti di jalur masuk hutan D, menempuh perjalanan 4 sampai 5 jam dari kota S, tanpa terasa hari sudah mulai petang, ditambah area dekat dengan hutan, membuat pandangan mata terbatas, belum sampai disana, gerimis mulai turun, Lengkap sudah.

Setelah menunggu hampir setengah jam, terlihat dari jauh, cahaya mendekat, Ayu dan Nur langsung mengatakan bahwa mereka yang akan mengantar, rupanya, yang mengantar adalah 6 lelaki paruh baya, dengan motor butut, "cuk sepedaan tah" kata Wahyu, spontan, saat itu ada yang merasa aneh entah disengaja atau tidak, ucapan yang dianggap biasa di kota S, ditanggapi lain oleh lelaki - lelaki itu. Wajahnya nampak tidak suka, dan sinis tajam melihat Wahyu.

Hanya saja, yang memperhatikan secara detail itu, hanya Widya seorang. Apapun itu, semoga bukan hal yang buruk, ditengah gerimis, jalanan berlumpur, pohon di samping kanan kiri, mereka tempuh dengan suara motor yang seperti sudah mau ngadat saja, ditambah medan tanah naik turun, membuat Widya berfikir kembali sudah hampir satu jam lebih, tapi motor masih berjalan jauh lebih ke dalam hutan - hutan.

Khawatir bahwa rasa yang dimaksud Ayu, setengah jam lewat 15 menit adalah setengah hari, Widya mulai berharap semua ini cepat selesai. Di tengah perjalanan, tidak satupun dari pengendara motor itu yang mengajaknya bicara, aneh apa semua orang disana pendiam semua.

Malam semakin gelap, dan keadaan hutan mulai semakin sunyi, sepi, namun, kata orang, sunyi dan sepi ditemui di sana, rahasia di jaga rapat - rapat. Kini, rasa menyesal sempat terfikir di fikiran Widya, apakah ia siap, menghabiskan 6 minggu ke depan di sebuah Desa, jauh di dalam hutan.

Ketika suara motor memecah suara rintik gerimis, dari jauh, sayup - sayup, terdengar sebuah suara - suara familiar dengan tabuhan kendang dan gong, di ikuti suara kenong, kompyang, membaur menjadi alunan suara gamelan, apa ada yang sedang mengadakan hajatan di dekat sini, dan ketika suara sayup - sayup itu perlahan menghilang, terlihat gapura kayu menyambut mereka.

Sampailah mereka di Desa W****, tempat mereka akan mengabdikan diri selama 6 minggu ke depan. Permisi kata lelaki itu, sebelum meninggalkan Widya dengan motornya. "Mrene rek" teriak Ayu, disampingnya berdiri seorang pria, wajahnya tenang dengan kumis tebal, mengenakan kameja batik khas ketimuran, ia berdiri seolah sudah menunggu sedari tadi.

Kenalkan, ini Pak Prabu, kepala Desa teman kakak ku. Pak Prabu ini teman saya yang dari kota, yang rencananya mau KKN, Pak Prabu memperkenalkan diri, bercerita tentang sejarah Desanya, dan tengah bercerita, Widya pun bertanya kenapa Desanya harus sepelosok ini, dengan tawa sumringah, Pak Prabu menjawab, pelosok bagaimana maksudnya mbak, bukannya jarak ke jalan besar hanya 30 menit?.

Nur hanya melihat saja, ia tidak mau mengatakan apapun, termasuk wajah Ayu yang memerah entah karena malu atau apa. Mungkin, Ayu merasa Widya sudah melakukan hal yang tidak sopan, sebagai tamu, Widya memang seharusnya tidak mengatakan itu. Di tengah perdebatan antara Ayu dan Widya, tiba - tiba dari balik pohon jauh, sosok hitam dengan mata merah tengah mengintai mereka.

Sialnya, hanya Nur yang melihat dan akhirnya perdebatan itu selesai, Nur meninggalkan sosok itu, yang masih mengintip dari balik pohon ia masuk ke sebuah rumah milik salah satu warga yang tidak berkerabatan, untuk mereka tinggali selama menjalankan tugas KKN mereka.

Disana rupanya perdebatan Ayu dan Widya berlanjut, "Kamu kok keras kepala, sudah dikasih tahu, tapi selang setengah jam "Nur masih melihat, alih - alih menengahi. Nur lebih kepikiran dengan hal lain, salah satunya gunderuwo itu, untuk apa ia mengintainya. Namun tiba - tiba Widya mengatakan sesuatu yang membuat Nur tidak bisa mengabaikannya.

"Kamu tadi dengar atau tidak, ada suara gamelan di tengah hutan tadi?" namun ucapan Widya di tanggapi Ayu dengan nada mengejek, halah, paling tadi kebetulan ada yang mengadakan acara di desa tetangga, apalagi Nur yang mendengar itu bereaksi pada Ayu. "Yu, gak ada desa lagi lah di sini.

"Kata orang dulu, bila mendengar suara gamelan, itu artinya sebuah pertanda buruk". Malam itu, berakhir, meski perdebatan masih terus berlanjut di batin mereka masing - masing. Pertanda apa yang sudah menunggu. "Yu, aku ingin ngomong sebentar bisa kan? "Ngomong apa Nur? Tanya Ayu. Nur dan Ayu pergi ke dapur, wajah Nur, masih tegang, ia masih ingat, matanya tidak mungkin salah, ia melihat makhluk itu.

Ayu, aku mau tanya, kamu gak merasa aneh kah di desa ini, kamu ingat, kok bisa - bisanya Pak Prabu sampai, melarang keras, kita KKN disini, apa kamu gak curiga? Apa sih maksudmu ngomong kayak gitu? Ucap ketus Ayu. "Mungkin, Pak Prabu mempunyai alasan, kenapa melarang kita KKN di sii".

"Kalau kamu ngomong begini karena perkara Widya tadi, agak masuk akal, Nur kamu sendiri ikut aku observasi di sini kan, apa ada yang aneh? Gak kan, sudahlah cuma hanya beberapa minggu saja kok". Ayu pergi meninggalkan Nur, sementara Nur tidak mungkin menceritakan apa yang ia lihat. Ayu bahkan tidak percaya sama sekali dengan masalah hal ghaib, Nur pun mengalah lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam