Viral Kisah Misteri KKN Desa Penari Tahapan Ke Empat (4)


Nur mendekat, memberi salam, Pak Prabu tersenyum ramah seperti biasanya, lalu mempersilahkan Nur duduk, namun, Nur lebih tertuju pada 3 gelas kopi yang tersaji.

"Niki tiang e'ten pundi to pak, kopi ne kelebihan setunggal??" (Ini yang punya kemana ya pak, kopinya kelebihan satu?) iku kopi, gawe awakmu, cah ayu" (Itu kopi untuk kamu, mbak yang cantik) ucap lelaki renta itu.

Ia masih tersenyum, memandang Nur. Ngapunteun mbah, kulo mboten ngopi" (Mohon maaf kek, saya tidak minum kopi)
"Wes ta lah, di ombe sek, gak oleh nolak paringane tuan rumah nang kene yo ga apik" (Sudahlah, di minum dulu, gak baik nolak pemberian tuan rumah di sini, tidak bagus pokoknya).

"Nggih Pak, ucap Nur dan ketika Nur menyesap kopinya, aneh kopi itu terasa seperti aroma melati, rasanya manis, dan ia tidak menemukan ampas, padahal dari luar, kopi itu terlihat seperti kopi hitam yang sekali lihat, bisa di rasakan rasanya akan sepahit apa.

Si kakek bertanya, "yo opo rasane?" "enak mbah". Si mbah mengangguk puas, kemudian bertanya kembali, "sak iki ceritakno" onok opo cah ayu mrene?" (Sekarang, kamu boleh cerita, kenapa kamu kesini anak cantik?)

"Kulo bade tanglet ten Pak Prabu mbah" (Saya mau tanya sama Pak Prabu kek) "takon perkoro" (Tanya soal)

"Kulo di ketok'e memedi sing gede mbah, kulo wedi mbah, nganggo salah ten mriki, hapunten pek kulo enten salah nang njenengan warga mriki" (Saya di ikuti oleh sosok besar kek, saya takut. Apa saya sudah melakukan kesalahan, sehingga saya di kejar, apa ada yang saya perbuat dan membuat tidak nyaman warga sini, saya minta maaf sebenar - benarnya). Saat itulah, Pak Prabu bicara.

"Ndok, guk salahmu kok, sing ngetutke awakmu, iku ngunu, gak nyaman, mbek sing mok gowo" (Nak, ini bukan salahmu, alasan kenapa kamu di ikuti, karena kamu bawa sesuatu dari luar)
"Maksude yok nopo pak, kulo mboten ngetos maksud njenengan" (Maksudnya bagaimana pak, saya tidak mengerti maksud anda)

Si kakek, kemudian melanjutkan. "Awakmu ndok, ngunu, odo sing njogo, yo sopo?? Mbah wedok, nah, iku ga sing di terimo nang kene. Ngerti ndok" (Kamu itu nak, ada yang menjaga, siapa ya? Nenek - nenek, nah itu yang tidak di terima disini. Paham nak)

"Kulo, njogo? Ngapunten, kulo mboten paham" "Wes, ngene ae, mene bengi, mampir rene maneh yo, ta duduno sesuatu" (Sudah begini saja, besok malam, kamu kesini, saya tunjukan sesuatu sama kamu) 

Meski tidak mengerti maksud ucapan Pak Prabu dan lelaki renta itu, Nur akhirnya kembali ke rumah penginapan nya itu, dengan membawa nama lelaki renta itu, yang menyebut dirinya dengan nama "Mbah Buyut"

Yang pertama Nur lihat saat ia menginjak penginapan adalah, Widya. Ia seperti sudah menunggunya, dan benar saja, Widya mengajukan pertanyaan aneh, seperti darimana, kenapa tidak minta di temanin, namun Nur tidak ingin menceritakannya, ia takut bila Widya dan yang lain ikut terlibat.

Nur langsung pergi ke kamar, beristirahat, meski pikirannya masih menerawang jauh, ia tidak tahu harus melakukan apa selain menyimpannya sendiri.

Berharap mendapatkan ketenangan dalam tidurnya, Nur malah mendapat mimpi, tak terlupakan, seperti sebuah pesan untuknya.
Di mimpi itu, Nur melihat sebuah tempat, pepohonan yang tumbuh, salah satu yang tidak akan pernah Nur lupakan adalah pohon Jati Kroyo atau lebih dikenal dengan nama Jati Belanda yang tumbuh di sepanjang jalan mata memandang, bukan hanya itu, ada rimbun tumbuh tanaman beluntas.

Kenapa dedaunan beluntas yang wangu, membuat Nur mengingat kembali saat ia masih tinggal di pesantren, namun Nur juga sadar, bahwa ia saat ini berdiri di tengah hutan belantara, sendirian, dengan kegelapan malam yang menyiutkan nyalinya.

Nur mulai berjalan, menyusuri tanah lapang sejauh mata memandang, Nur hanya melihat pepohonan yang besar di selimuti kabut keputihan, tepat ketika Nur tengah berjalan, ia mendengar riuh sorai dari kejauhan.

Dari suara itu, terdengar ramai orang, entah apa, sehingga keramaian itu membuat Nur penasaran, iapun mendekati semakin mendekati sumber suara, Nur merasa janggal, entah apakah dari balik pepohonan atau semak belukar, ada yang tengah mengawasinya.

Nur hanya bisa mengucap kalimat yang bisa menguatkan batinnya, bahwa kedatangan ia ke sini bukan berniat untuk mengganggu.
"Mbah ngapunten, cucunya numpang lewat, mboten gak ada niat ganggu. Ngapunten nggih mbah" (Mbah, minta maaf, cucumu hanya ingin lewat, tidak ada keinginan mengganggu, mohon maaf mbah)

Kalimat itu, terus Nur ucapkan hingga sampailah di keramaian itu. Banyak sekali orang, mulai dari yang tua, hingga yang muda dari anak - anak dan para remaja.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam