Viral Kisah Misteri KKN Desa Penari Tahapan Kedua (2)

Ayu pergi meninggalkan Nur, sementara Nur, tidak mungkin memperlakukan apa yang ia lihat, Ayu bahkan tidak percaya dengan hal yang ghaib. Nur pun mengalah lagi, Widya memanggil, Nur pun menatap wajahnya yang maya, tampak baru saja ia menangis, tidak aneh memang siapa yang tidak akan menangis bila merasakan hal yang bahkan tidak masuk diakal seperti itu "bisa aku minta tolong" ucap Widya.

Tolong jangan ceritakan ya, soal tadi, soal dengan gamelan, aku merasa gak enak kalau sampai kedengaran warga desa, kita kan tamu di sini Nur hanya mengangguk. Namun, sebelum Widya beranjak dari tempatnya, Nur tiba - tiba mengatakannya. "Wid, sebenarnya aku juga mendengar suara gamelan itu, malah aku sempat melihat ada yang sedang menari di sana.

Widya yang mendengar itu dari ayu, seakan tidak percaya, mereka terdiam cukup lama, bingung harus bereaksi seperti apa. "Sudah Nur, jaga diri baik - baik saja Insya Allah tidak akan terjadi apa - apa kalau kita menjungjung hormat dan tatakrama sopan santun selama tinggal di tempat ini".

Ucapan Widya setidaknya membuat Nur sedikit lebih lengah, namun, Nur tidak menceritakan tentang sesosok makhluk hitam yang mengintai mereka. Malam pertama, Nur, Ayu, dan Widya tidur dalam satu kamar yang sama, mereka sepakat untuk menggelar tikar, Nur ada di tengah, sementara Ayu dan Widya ada di samping kanan dan di kiri bagian dari Nur.

Terdengar binatang malam bersahut - sahutan, berlomba untuk menunjukan eksistensinya. Manakala Nur sadar, 2 sahabatnya sudah tertidur lelap, ia terjaga sendirian menatap langit - langit yang berupa genting hitam dengan sarang laba - laba. Rumah Desa, tentu saja, pikir Nur memaklumi sekat kamarpun tidak menyentuh langit jadi Nur bisa melihat celah sekat di sana.

Ketika memikirkan kejadian hari ini, Nur tiba - tiba tersadar bahwa, suara riuh binatang malam tidak terdengar lagi, berganti dengan suara sunyi yang memekik membuat telinga Nur menjerit dalam ngeri. Perasaan tidak enak, tiba - tiba muncul begitu saja. Membuat Nur, sedikit lebih awas. Ketika pandangannya mencoba mencari cara untuk mengurangi rasa takutnya, di tengah cahaya lampu patromax yang memancarkan sinar temaram, di dekat sudut kamar, sosok bermata merah, mengintipnya.

Nur terdekat, ia beringsut mundur menutup wajahnya dengan selimut yang ia bawa. Pancaran wajahnya terbayang di kepala Nur, mengingatnya, benar - benar membuat jantung di dadanya, berdeguk kencang. Ia masih ingat, tanduk kerbau di kepalanya, pancaran amarahnya seolah membuat Nur semakin tersudut dalam ketakutan.

Tanpa sadar, Nur mulai membaca ayat kursi. Satu dari banyak ayat yang diajarkan guru mengajinya, untuk menolak rasa takut, untuk menunjukan manusia memiliki kekuatan untuk melawan, namun, setiap ia menyelesaikan satu panjatan doa, di ikuti oleh suara papan kayu yang terdengar seolah - olah di gebrak dengan serampangan.

Kerasnya suara itu, menghantam, Nur mulai menangis, menangis sendirian, dan ia tahu bahwa makhluk itu masih disana, tidak terima dengan apa yang ia lakukan, salahkah ia bila meminta bantuan kepada tuhan. Salahkah? Tepat ketika isi hati Nur menyeruak, perlahan, suara itu menghilang, hilang berganti dengan hening.

Nur terbangun ketika subuh memanggil, ia masih belum mengerti, apakah itu hanya sebuah mimpi ataukah memang benar - benar terjadi, yang ia tahu ia harus menjalankan tugasnya sebagai seorang mislimah yang taat, ia tidak ingin meninggalkan shalat sebagai salah satu bentuk ibadahnya. Nur hanya meyakinkan dirinya, tidak akan bercerita bahkan, kepada 2 sahabatnya, atas apa yang berusaha menimpanya.

Pagi hari, Pak Prabu mengumpulkan semua anak, mengatakan bahwa hari ini, ia akan memperkenalkan keseluruhan Desa, dan mana saja yang bisa dijadikan proker untuk mereka kerjakan sesuai kesepakatan peranak.

Pak Prabu menjelaskan sambil berjalan, sementara anak - anak mengikutinya tidak ada yang menarik dari penjelasan Pak Prabu dari Desa itu, bahkan Pak Prabu terkesan menyembunyikan sejarah Desa itu, membuat Nur semakin curiga, selain hal - hal umum, hanya Wahyu, aktingnya yang selalu menimpali ucapan Pak Prabu dengan candaan, membuat tanjung pecah.

Semua terasa alami, seperti KKN yang Nur bayangkan, sampai mereka berhenti di sebuah tempat yang membuat Nur merasa tidak nyaman. Sebuah pemakaman, di sampingnya, banyak pohon beringin besar, selain itu pemandangan pemakaman itu juga sangat terlihat aneh.

Setiap batu nisan di tutupi dengan kain hitam, membuat Nur atau semua orang merasakan penasaran, apa alasannya? Namun Nur merasakan angin dingin seperti mengelilinginya ia tahu, ada yang tidak beres dengan tempat ini. Seakan - akan tempat ini sudah menolak kedatangannya dari mereka.

Ada juga satu hal yang membuat Nur semakin curiga kepada Pak Prabu, dimana ia tiba - tiba terpicu dengan kata kalimat Wahyu, kemudian beliau melontarkan ucapan bernada mengancam, seakan - akan Pak Prabu sedang menjaga sesuatu yang sakral namun mengancam, apa yang sebenarnya Pak Prabu sedang sembunyikan?

Untungnya, Bima langsung menengahi insiden itu, membuat Pak Prabu kembali menjadi Pak Prabu yang sebelumnya. Namun, Nur seakan tahu ia tidak sanggup lagi mengikuti kegiatan keliling Desa ini, maka ia ijin pamit untuk kembali ke penginapan. Untungnya Pak Prabu ingin lanjut ke penginapan.

"Ada apa Nur?, ada hantu lagi? Dari semua anak, memang tidak ada yang lebih mengenal Nur dari pada si Bima, temannya bahkan saat mondok dulu. Nur hanya tersenyum kecut menjawabnya seadanya, bila mungkin kesehatannya sudah menurun, namun Bima tahu, Nur sedang berbohong. "Di pemakaman tadi, rame ya!".

Ucapan Bima tidak di gubris sama sekali dengan Nur, sehingga Bima akhirnya menyerah, di tengah perjalanan pulang itu, tiba - tiba Bima menanyakan sesuatu yang membuat Nur menaruh curiga kepada Bima. "Nur, Widya itu sudah punya pacar apa belum sih?" gimana? Tanya Nur lagi. Temanmu Widya loh, apa sudah punya pacar apa belom? "tanyakan sendiri saja ya" Nur tahu Bima suka, kepada Widya hari itu.

Nur yang menghabiskan sebahagian siangnya hanya di dalam kamar, terbangun ketika Ayu memanggilnya, semua anak sudah berkumpul dan Ayu menunjukan proposal proker mana saja yang sudah di setujui oleh Pak Prabu, dimana Ayu membagi menjadi 3 Kelompok, terlepas dari 1 proker Kelompok Widya dengan Wahyu, Nur dengan Anton, sementara Bima dengan Ayu.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam