Seputar Cerita Horor Hantu Itu Ada "Masih Mau Bunuh Diri?"

Suatu malam di saat sedang terlelap tidur. Entah malam apa itu tepatnya, yang pasti hari - hari itu lumayan lelah dengan rutinitas yang berhubungan dengan PR di setiap malam harinya. Tidur agak larut, dan dalam hitungan menit sudah langsung terkapar tak ingat waktu, tak ganti baju, tak gosok gigi dan tak ingat cuci kaki. Maklumlah, cerita ini terjadi waktu masih SMP kelas 2. Efek kecapean, tiba - tiba saya mendengar suara tangisan menyedihkan seorang perempuan. Suaranya agak keras di telinga, lumayan mengganggu lelapnya tidur saya malam itu.

Bulu kuduk mendadak berdiri. Mata yang tadinya sudah sangat rapat sontak terbuka kaget. Setahu saya, pintu kamar sudah terkunci rapat semenjak tadi saya memutuskan untuk tidur. Suara tangisan perempuan itu masih terdengar cukup jelas dan waktu kala itu menunjukan pukul 1 malam. Rasanya tidak mungkin orang rumah yang malam itu menangis, suaranya tidak terdengar seperti suara ibu, bibi, atau bahkan sepupu laki - laki saya.

Lambat laun suaranya terdengar semakin melemah dan menyayup. Tiba - tiba saja saya teringat, jika suara itu adalah tangisan kuntilanak atau hantu, dan suaranya terdengar keras, berarti dia sedang berada cukup jauh dari kita, namun jika terdengar sayup dan lemah, berarti sosok hantu itu berada sangat dekat dengan kita....!! Mata saya lantas melotot berasa hampir keluar. Hah! Berarti dia sedang berada di sebelah saya yang sekarang....??.

Rasanya mata saya hampir keluar, saat tiba - tiba suatu sentuhan dingin di punggung terasa sangat nyata, membuat suasana kamar itu berasa di alam lain. Posisi badan saya memang sudah di set untuk menghadap tembok saat tertidur tadi. Mata kembali saya tutup rapat karena agak ngeri membayangkan ada apa yang ada dibalik punggung saya. Sesuatu menyerupai tangan masih menempel di punggung. Walau punggung saya berbalut kaos, tapi dinginnya masih bisa saya rasakan layaknya langsung menempel di kulit.

"Dek.... Dek.... Bangun dek!! Tolong saya..!", suara yang cukup parau berhasil membuat mata saya merem melek. Saya bisa jamin, wahana halilintar kalah menegangkan jika dibandingkan suara parau yang memanggil - manggil saya saat itu. "Saya tahu kamu gak tidur. Saya bukan mau mengganggu!", kembali saya dengar suara tangisan sedih setelah itu. Dengan perasaan tak karuan dan berat hati, pelan saya balikan badan menghadap ke arah suara tersebut.

ASTAGA...!! Di belakang saya berdiri seorang perempuan kurus memakai daster putih penuh tanah, kulitnya pucat merata seperti memakai bedak putih sebadan - badan. Hanya saja ada beberapa tetesan darah dibagian mata, hidung dan mulut yang menurut saya sih disitulah bagian yang mengerikannya.

Mulut saya menganga menatap sosok asing yang sekarang berada tepat di hadapan mata saya. Dan semakin menganga lagi ketika melihat seutas tambang melingkar di lehernya, terlihat terikat dengan sangat kencang. Mungkin iniliah penyebab suaranya menjadi parau dan lemah? Refleks saya berkata, "Kamu siapa? Mau kamu apa?", dengan mata sedikit berkaca - kaca saking kaget bercampur takut.

Dia menjawab, "Tidak perlu tahu siapa saya! Saya mau minta tolong dek, siapa tahu adek bisa bantu saya? Sesak dek! Saya sulit bernafas!", sambil tangannya mencengkram tambang yang melilit di leher.

Suara tangisannya mulai terdengar lagi. Kali ini perasaan takut saya berubah menjadi perasaan iba dan sedikit kasihan, sekaligus bingung. Saya tidak mengerti apa yang bisa saya bantu untuk menolong dia. Saya coba untuk meraih tambang itu, perasaan takut yang tadi sempat agak menggila, sekejap sirna. Namun apa daya, sama sekali saya tidak bisa menyentuhnya, seperti ada sesuatu hal yang menghalangi saya. Dengan berat hati, saya menggelengkan kepala. "Maaf, saya tidak bisa bantu Mbak. Maaf!". Kembali saya dengar dia terisak dengan suara parau yang keluar dari mulutnya.

Posisi dia sekarang duduk hampir seperti bersujud, dengan suara tangisan yang sudah tidak mengisak lagi, kini lebih terdengar seperti meraung.

***************

Singkat cerita, malam itu akhirnya saya memiliki teman baru, karena walau saya tidak bisa membantunya, tapi malam itu kami habiskan dengan duduk berdua dan berbincang. Dengan hanya memanggil "Mbak", dan dia memanggil saya dengan sebutan "Dek", kami bahkan tidak saling mengetahui nama kami satu sama lain.

Kisahnya memang agak stragis, akhir hidupnya dilalui dengan kisah yang pilu. Bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada sebuah keluarga yang dulunya tinggal tak jauh dari rumah yang saya tinggali pada umur belasan tahun. Kemudian berpacaran dengan seorang laki - laki yang sering mengunjungi rumah majikannya. Hingga tak sadar akhirnya kisah cinta mereka menghasilkan benih yang tak mereka harapkan. Si lelaki kabur, tinggalah dia, janin dan rasa malu untuk pulang yang tersisa. Bunuh diri adalah sesuatu jalan yang dipilihnya. Dia bercerita bahwa saat itu dia pikir semuanya akan tuntas dengan "MATI". Ternyata pikirannya salah. Dia yang telah membunuh anak yang ada di kandungannya, juga membunuh dirinya sendiri, kini menyesal akan keputusannya.

"Mbak pikir, dengan kematian, semua masalah mbak akan tuntas, dan mbak tidak perlu lagi memikirkan hal yang membuat mbak tertekan. Tapi ternyata sekarang mbak jauh lebih menderita. Sendiri, dingin, sesak dan tidak ada sesuatu pun yang bisa membantu mbak", ucapnya.

DEG! Jantung saya berdebar cepat mendengar pengakuannya. Betapa tidak, beberapa kali juga sempat saya terpikir untuk mengakhiri hidup. Padahal kalau saat itu saya lakukan, mungkin saya akan merasakan seperti apa yang di rasakan oleh wanita malang yang sekarang tengah menangis pilu dihadapan saya. Dia juga bilang, "Rasanya seperti tidak di terima dimana - mana keadaannya!, ke alam manusia, sudah jelas tidak mungkin bisa kembali, dan di alam setelah matipun tidak bisa juga".

Coba pikirkan beribu kali jika diantara kalian jika ada yang berpikiran untuk mengakhiri hidup dengan sengaja. Hal - hal yang menurut kalian sangat berat di hadapi kali ini, hanya setitik saja dari penderitaan yang akan kalian rasakan nanti di sana. Masalah, penderitaan dan segala kesedihan itu adalah sesuatu hal yang harus dihadapi, bukan dihindari. Mungkin gampang buat saya menulis hal seperti ini seolah saya adalah manusia yang sangat optimis dalam menghadapi segala permasalahan. Tapi dengan menyaksikan sendiri pengakuan seorang teman dari dunia lain, percayalah, kisahnya membuat permasalahan terasa menjadi agak sedikit lebih ringan.

Semoga cerita yang saya bagikan ini untuk kalian bisa membuat kalian yang sedang merasa tertekan menjadi lebih hati - hati dalam mengambil langkah suatu keputusan.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam