Seputar Cerita Horor Hantu Itu Ada Terbaru Mengharukan "Cinta Terbawa Mati"

Kisah ini terjadi di sebuah kampung di Bireueun, Aceh Tengah, Kira - kira sekitar tahun 1970-an

Alkisah ada sepasang anak muda yang baru menikah, sebut saja Mukaramah dan Nurdin. Mereka berkesimpulan untuk membuka kebun di sebuah hutan pinggiran desa. Setelah meminta ijin kepada orang tua Mukaramah, keduanya kemudian bergegas menuju hutan. Yang mereka bawa sebagai bekal berupa beras, asam sunti, garam dan barang kecil lainnya untuk keperluan bertahan hidup untuk beberapa waktu sampai dengan musim panen tiba. 

Untuk tempat tinggal, Nurdin sudah mempersiapkan sebuah gubuk kecil yang atapnya terbuat dari anyaman rumput ilalang yang sangat mudah didapat di sana. Dua bulan sebelum Mukaramah dibawa serta, Nurdin sudah mempersiapkan segala sesuatu sendirian. Dia sudah menebang hutan untuk dipergunakan sebagai lahan yang akan dipergunakan untuk bercocok tanam.

Burung pipit dan burujuk (cucak rowo) secara sukarela menanam campli Cina (cabai kecil yang sangat pedas) dan tomat tullo (tomat berry). Sehingga untuk dua hal ini Nurdin tidak perlu lagi turun tangan. Bahkan cabai dan tomat itu tersedia melimpah untuk kebutuhan kedua manusia itu.

Butuh waktu selama enam jam untuk berjalan kaki, barulah mereka sampai ke lahan itu. Hari sudah sore. Mukaramah langsung menjerang air dan menanak nasi dengan periuk tanah. Nurdin menuju alur kecil untuk mengambil jebakan ikan yang sudah seminggu yang lalu di pasang. Alhamdulilah, ada tujuh ekor ikan gabus terperangkap didalamnya. Segera dia bawa pulang dan dimasak oleh Mukaramah.

Sebagai lelaki yang bertanggung jawab, Nurdin sering melarang Mukaramah untuk bekerja di ladang. Dia hanya minta untuk mengurus kesibukan dapur. Seperti memasak dan mengelolah makanan. Namun, Mukaramah bukanlah perempuan yang manja. Walau suaminya telah melarang, dia tetap bekerja di ladang. Karena itulah, semakin bertambah sayang Nurdin kepada dirinya.

Singkat cerita, tahun itu kebun mereka menunjukan akan datangnya panen besar. Kacang kedelai yang mereka tanam tumbuh subur dan berbuah lebat. Jagung - jagung tak satupun di ganggu oleh babi - babi hutan. Demikian juga dengan ubi dan sayur - mayur lainnya. Monyet di pinggir hutan pun tidak mengganggu kebun mereka. Seiring dengan semakin dekatnya dengan musim panen, Mukaramah pun sudah hamil besar. Bertambah bahagialah mereka.

Nurdin semakin rajin bekerja. Beberapa yang sudah harus di panen, telah dia tuai dan ditumpuk di danau kecil yang sudah di persiapkan sebagai gudang. Seorang pedagang di kota sudah berjanji untuk segera menjemput hasil panen itu. Bahkan uang muka sudah diserahkan kepada Nurdin.

Mukaramah, walau hamil besar, tetap mendampingi suaminya memanen hasil ladang. Dia ingin menikmati proses menuai rezeki bersama dengan lelaki yang dia cintai. Bila Nurdin melarang, dia selalu berkata bahwa dia tidak apa - apa. Jabang bayinya ikut gembira bisa membantu sang ayah. Buktinya, bila Mukaramah turun ke ladang, jabang bayi di perutnya selalu saja bergerak. Mendengar kabar itu, Nurdin memeluk dan mencium istrinya.

*******************

Malam itu angin kencang. Mukaramah sedari sejam yang lalu terus menangis karena perutnya terasa mulas dan sakit. Nurdin menjadi serba salah. Mencari bantuan, berarti meninggalkan istrinya sendirian di tengah hutan. Sedangkan tetangga terdekat berjarak tiga kilo meter jalan kaki. Itupun jalan yang harus dilalui sangat sulit. Sering pula disana sesekali melintas se ekor harimau dan beruang.

Membawa Mukaramah dengan cara menggendong tentu bukan pilihan. Namun Nurdin sudah tidak punya pilihan lain. Di tengah hujan badai, dia memutuskan untuk membawa pulang istrinya ke kampung. Mukaramah sempat menolak. Tetapi dia juga tidak yakin bisa melahirkan seorang diri di tengah hutan. Apalagi dia belum berpengalaman.

Jalan yang becek serta tubuh Mukaramah yang berat menjadi halangan yang luar biasa. Guntur di langit yang bersahut - sahutan, jalanan gelap, beberapa kali Nurdin hampir terpeleset. Mukaramah yang di gendong di punggung semakin lemah. Jeritan kesakitannya tidak begitu kuat lagi.

Beberapa kali dia sempat mendengar auman harimau. Dia takut. Tapi, untungnya dia juga tahu ada hal yang lebih penting yang harus di prioritaskan. Untuk itu dia melawan rasa takut dengan sekuat tenaga.

Hujan lebat membuat tubuh mereka menjadi basah kuyup. Nurdin mencoba melindungi istrinya dengan cara memayungi dengan daun jati. Sejatinya, daun itu tidak cukup bermanfaat di tengah hujan lebat dan angin kencang. Tetapi Nurdin tidak memperdulikan hal itu. Melihat itu Mukaramah tersenyum. Dia terharu.

"Berhenti bang! Aku sudah tidak kuat lagi. Sepertinya anak kita akan lahir", kata Mukaramah. Suaranya nyaris tidak terdengar.

Nurdin pun menurunkan istrinya dari gendongan. Di tengah gelap gulita, Mukaramah kemudian bergelut dengan maut. Pada hentakan terakhir bayi mereka pun lahir. Laki - laki, nampak sehat sekali. Nurdin segera melindungi bayinya dengan daun pisang.

"Bang, segera bawa bayi kita ke kampung terdekat! Tinggalkan saja aku disini!", ujarnya pelan. Ditengah hujan badai itu dia masih sempat memeluk dan mencium putranya tercinta.

"Tidak. Kau akan ku bawa serta. Abang akan membawa kalian berdua", kata Nurdin dengan berurai air mata.

"Aku sudah tak kuat lagi bang", bisiknya.

Nurdin tak perduli. Dia kembali menggendong istrinya. Anaknya di bekap di dada. Dia berjalan dengan tertatih. Dua jam kemudian dia sampai di kampung terdekat. Dia berteriak minta tolong. Warga langsung berhamburan memberikan pertolongan.

Ma Blien (seorang bidan kampung) segera memberikan pertolongan. Mukaramah semakin melemah. Segala jampi dan obat tradisional telah diberikan. Namun sepertinya Allah berkehendak lain. Perempuan yang penuh cinta itu meninggal dunia, tepat saat adzan subuh berkumandang. Innalilahi waina ilahi rajiun.

******************

Pasca kematian Mukaramah, Nurdin sudah tidak perduli lagi dengan ladangnya di tengah hutan. Baginya, kembali ke huma mereka berarti sama saja seolah membuka luka. Sebab ribuan kenangan terukir disana. Dia masih ingat ketulusan istrinya yang selalu membantu bekerja. Senyum perempuan yang tidak pernah terlihat lelah masih sangat membekas. Dan semua itu, kini merupakan sebuah kesakitan.

Tak tahan menanggung derita, akhirnya Nurdin memutuskan untuk merantau ke Malaysia. Dia menitipkan putranya yang masih berumur dua bulan kepada ibunya yang sudah tua. Kepada sang ibu dia berujar, "Biarlah kubawa segala derita hati ini keluar sana. Kutitipkan buah hati ku kepada engkau wahai ibuku. Kiranya ibu tidak menolak hajatku kali ini", kata Nurdin sambil menangis.

Singkat cerita, sang ibu bersedia mengasuh putra Nurdin yang diberi nama Banta Muhammad itu. Berlayarlah duda muda itu ke kampung sebrang laut.

******************

Pasca keberangkatan Nurdin, kampung mereka gempar dengan seringnya masyarakat melihat seorang perempuan berdiri di dekat jendela rumah Nurdin. Tidak jelas siapa tapi, setiap dia nampak beridiri disana, Banta menangis keras di dalam rumah.

Warga mengira bahwa itu tamu. Tapi lama kelamaan mereka curiga. Setiap nampak wanita berdiri di dekat jendela, Banta pasti menangis keras. Akhirnya ada yang memberi tahukan akan hal itu kepada pemilik rumah. Mereka berkesimpulan bahwa itu adalah setan yang hendak mengganggu Banta.

Segala dukun telah dipanggil, bukan nya persoalan menjadi selesai. Tapi bertambah parah. Hingga akhirnya terungkap siapa perempuan misterius itu. Dia adalah Mukaramah!.

Pada suatu petang, ibu Nurdin sedang memberikan susu kepada Banta. Samar - samar dari arah luar dia melihat ada seorang perempuan berjalan ke arah rumahnya. Begitu sampai di pintu, sosok itu langsung menghilang. Kemudian Banta pun menangis.

Ibu Nurdin mengenal sosok itu. Sebab dia hafal betul wajah arwah menantunya. Lalu secara cepat dia merapal jampi - jampi. Suasana menjadi tegang ketika secara berkelebat wajah Mukaramah muncul di kamar bekas mereka tidur dulu. Kemudian secara cepat pula dia sudah di dekat ibu Nurdin. Dia sepertinya meminta agar bisa menggendong anaknya.

Sudahlah Mukaramah. Engkau sudah di alam lain. Relakan anakmu aku asuh. Kalau kau sayang padanya dan pada suamimu, janganlah engkau selalu datang. Kasihan anakmu ini. Bila kau kunjungi dia akan sakit. Tak tahukah engkau akan soal itu?", ucap ibu Nurdin.

Mukaramah seolah tak rela. Dia sempat protes pada apa yang disampaikan oleh mertuanya, dengan cara memecahkan piring di dapur.

"Sungguh engkau tidak berbudi. Kalau demikian, aku yakin bila kamu bukanlah Mukaramah. Tapi iblis laknatillah!", kata ibu Nurdin dengan muka merah. Anatara marah dan takut menjadi satu. Usai dia mengatakan demikian, kondisi rumah langsung tenang. Bantapun menghentikan tangisnya.

Kunjungan Mukaramah kembali berulang. Dia biasanya datang menjelang maghrib. Selalu saja prilakunya sama. Juga menghilang setelah di maki sebagai menantu yang tidak berbudi.

Di lain hari, di malam - malam yang pekat, warga mendengar tangisan perempuan di kebun belakang rumah Nurdin. Pertama mereka berpikir itu suara musang yang putus cinta karena betinanya dibawa lari oleh musang lainnya. Akan tetapi semakin di simak, semakin jelas bila itu tangisan disertai rutuk yang mengundang duka.

"Bang Nurdin, hik.... hik..... hik....! Teganya engkau tinggalkan aku sendiri di sini. Kau tak sayang padaku. Kenapa kau tak bawa aku bang? Lupakah engkau bang Nurdin, bahwa kita sudah pernah berjanji untuk hidup dan mati bersama? Lupakah engkau bang Nurdin, bahwa aku sangat mencintaimu?", ucap sosok itu sambil menangis.

Warga yang mendengar kalam itu langsung berkesimpulan bahwa itu adalah hantu Mukaramah. Berarti dia sudah bangkit dari kuburnya. Ini tidak bisa dibiarkan.

******************

Semakin hari hantu Mukaramah semakin liar. Dia kerap kali mulai mendatangi perempuan yang kondisi hamil. Seringkali ia merasuki ibu - ibu yang hampir mau melahirkan. Kepada manusia dia mengaku rindu kepada Nurdin dan Banta. Dia ingin sekali dipertemukan dengan mereka.

Ketakutan melebar ke tiap kampung. Berpuluh dukun sudah pernah menjampi. Namun tak satupun yang berhasil. Bahkan kepada beberapa dukun dia menampakkan diri dalam wujud yang menyeramkan. Satu dua dukun malah dibikin tumbang. Di hajar habis - habisan oleh arwah Mukaramah.

Pernah suatu ketika, seluruh pengunjung warung kopi dibuat lari tunggang langgang. Dengan secara tiba - tiba Mukaramah muncul untuk membeli kopi. Sang pemilik warung kurang menyadari. Dia baru tahu bahwa yang memesan kopi adalah Mukaramah, setelah dia menuang kopi dengan saring yang diangkat tinggi - tinggi.

Tubuh lelaki itu langsung kaku. Mukaramah menatapnya dengan tajam. Untunglah dalam kondisi kritis demikian, Pak Imam datang. Dia langsung menghardik Mukaramah dengan membaca ayat - ayat pengusir setan.

Mukaramah sempat melawan. Beberapa kursi sempat terbang ke arah Imam kampung. Namun dengan cekatan dia mengelak. Iblis itu baru kalah setelah sang imam membaca ayat kursi.

Ke esokan harinya, warga beserta keluarga Nurdin dan Mukaramah berembuk. Mereka sepakat untuk membalikkan batu nisan pemakaman Mukaramah. Dan semua sepakat.

Setelah prosesi itu selesai, malam - malam berikutnya tidak ada lagi teror dari hantu perempuan itu. Kampungpun mulai berjalan aman kembali.

Lewat mimpi, kemudian Mukaramah menemui Nurdin di Malaysia. Dia meminta agar suaminya menemui kuburannya.

"Bawalah anak kita bang! Kunjungilah aku! Aku rindu pada kalian. Cukup sekali saja dan setelah itu, aku ikhlas jika selanjutnya engkau tidak mau menemuiku lagi", ucapnya dalam mimpi Nurdin.

Setelah tiga malam berturut - turut Mukaramah datang dalam mimpinya, Nurdin pun pulang kampung. Setelah istirahat, dia pun langsung berziarah ke pemakaman wanita yang sangat dicintai nya itu. Dia datang serta membawa Banta.

Dihadapan nisan yang baru berusia bulanan itu, Nurdin memanjatkan doa. Semoga istrinya dilapangkan kuburnya oleh Illahi Rabbi.

"Istirahatlah dengan tenang istriku. Aku akan menjaga Banta dengan baik. Aku berjanji akan selalu mengingatmu sebagai wanita yang penuh dengan cinta. Kepada anak kita akan ku ceritakan, bahwa pada suatu ketika dia pernah punya ibu yang sangat baik. Setia dan penuh perhatian", ucap Nurdin.

Usai berkata demikian, Nurdin pun menangis. Sedangkan Banta nampak ceria. Dia tertawa - tawa dalam gendongan ayahnya. Mungkin dia sedang bercengkrama dengan arwah ibunya.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam