Cerita Horor Yang Diangkat Dari Kisah Nyata "Dia Yang Mengikutiku"

Dia Yang Mengikutiku

"Mba, kalo pergi jangan bawa - bawa banyak pasukan dong!" ucap seorang bapak - bapak berjenggot panjang yang tengah berdiri di dekatku dengan menatapku seolah rasa sinis.

Astaghfirullah, untuk yang kedua kalinya aku dikejutkan dengan perkataan orang lain yang terkesan menghakimiku. Aku sendiri tidak tahu, seperti apa pasukan yang dimaksud.

Setelah KRL jurusan Duri berhenti, aku turun serta membawa barang - barangku. Aku kembali menunggu KRL untuk transit kereta jurusan Grogol, melanjutkan perjalananku menuju pemberhentian terakhir.

Dan lagi, seorang ibu - ibu berpakaian serba hitam, dengan ikat kepala dan lipstik ungu gelap. Terlihat seperti layaknya seorang peramal, memperhatikanku dari pertama aku masuk kereta arah Grogol. Aku coba mengalihkan pangdanganku, berpura - pura tidak tahu sedang diperhatikan. Saat operator kereta memberitahukan bahwa kereta sudah mendekati stasiun tujuanku, aku merapatkan diri mendekati pintu keluar. Saat itulah ibu - ibu itu memepetku.

"Jangan cari masalah di tempat baru!" ibu - ibu itu seperti membentakku, namun jika diresapi kembali, sepertinya dia bukan membentakku tapi membentak sesuatu yang ada pada diriku.

Aku buru - buru keluar, enggan mendengarkan apa saja yang mengganggu konsentrasiku. Ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di kota besar ini, mengadu nasib dengan bekerja sebagai pelayan resto.

Sampai di depan stasiun, Gina sudah menunggu di parkiran.

"Alhamdulilah Intan, kamu sampai dengan selamat". Gina memelukku dengan perasaan lega.

"Alhamdulilah Gin, aku nggak kesasar. Aku ngikutin semua petunjukmu".

"Ayo, ke kost san. Aku cuma izin sebentar sama bos. Takut dimarahi kalau kelamaan".

Gina melajukan motornya meninggalkan stasiun. Ia membawaku ke kost sannya. Dalam bayanganku, Gina hidup enak di kota besar ini. Tapi ternyata di luar ekspektasi, kost san Gina sangat terpencil. Letaknya cukup jauh dari jalan raya. Tempatnya sempit dan panas, ada satu kipas angin kecil yang sedikit memberikan kesejukan.

"Kamu istirahat saja dulu Tan, siapin berkas - berkas lamaran yang mau diajuin ke restoran tempat kerjaku. Kalau mau mandi, kamu ambil alat mandiku saja di pojok ruangan. Aku pamit kerja lagi ya".

"Iya Gin, makasih ya".

Gina berlalu meninggalkan kost san, melanjutkan pekerjaannya di restoran. Ya, niat awalku ke sini adalah mengikuti jejak Gina, bekerja di restoran dan menghasilkan uang. Gina sudah bisa mendirikan rumah di kampung, meskipun tidak besar tapi sudah berhasil membangun rumah hasil kerja keras sendiri.

************

"Apa motivasimu melamar kerja di tempat ini?" HRD memulai sesi interview.

"Saya ingin bekerja keras Pak, membantu memperbaiki perekonomian keluarga". Aku menjawab dengan suara lantang.

"Apa kamu siap dengan gaji UMR dan jam kerja hingga larut malam?".

"Siap pak. Saya siap lembur dan bertanggung jawab dengan pekerjaan saya".

"Baik, kamu saya terima untuk bekerja disini. Hari ini bisa langsung mulai, sebentar lagi Fandi akan menjemputmu. Dia yang akan memberitahu apa saja tugasmu disini".

"Baik pak, terima kasih". Jawabku.

Tak lama kemudian, terdengar seseorang mengetuk pintu ruang HRD. Seorang laki - laki berperawakan tinggi dengan senyum ramah menyapaku.

"Ajari apa saja yang harus dikerjakan Intan ya Fan" ucap Bapak HRD.

"Baik pak. Ayo Intan ikut saya" kata Fandi.

Aku dan Fandi berjalan beriringan. Kelihatannya dia sosok supervisor yang ramah, semoga saja tidak galak jika aku melakukan kesalahan disini.

"Meskipun Gina yang membawamu, tapi tugasmu dan Gina berbeda ya!".

"Siap Pak".

"Jangan panggil Pak, Fandi saja".

"Baik Fan".

"Oh iya, satu lagi. Kalau boleh saran, sebaiknya kamu jangan membawa sesuatu yang akhirnya akan menjadi petaka untuk dirimu sendiri". Fandi menatap ke sisi kiri dan kananku.

"Maksudnya gimana ya, aku tidak paham".

"Nanti saja aku jelaskan kalau sudah jam istirahat".

Aku mulai mempraktikan apa saja yang akan menjadi tugasku. Saat berada di restoran, rasanya seperti kurang nyaman. Apa karena aku belum terbiasa kali ya? Atau mungkin karena rasa takutku melakukan kesalahan dalam bekerja. Entahlah, semoga saja aku betah bekerja disini. Bel istirahat pun berbunyi, aku mendapat giliran istirahat jam pertama. Kebetulan, Fandi juga mendapat giliran yang sama.

"Anak baru seringnya dapat jam pertama, tapi kamu harus kuat ya kalau dapat jam kedua. Nahan lapar sebentar nggak masalah kan?" ia mulai membuka pembicaraan sembari menuangkan kopi sachet ke dalam gelas yang berisikan air panas".

"Nggak masalah kok. Kamu bawa bekal sendiri?" Aku menanyakan kotak bekal makanan di sebelah tas Fandi.

"Saya selalu bawa bekal sendiri, saya tidak biasa membeli makanan di sembarangan tempat. Ouh iya, ngomong - ngomong kamu sadar gak kalau di meja ini, kita sedang duduk berempat?" Fandi kembali menanyakan hal aneh.

Aku mengernyitkan dahi, menengok ke arah kanan dan kiriku, sekalian aku menengok ke arah belakangku. Tapi yang aku lihat hanya aku dan Fandi saja. Sedangkan karyawan yang lain berada di meja yang berbeda.

"Kita hanya berdua kok". Aku mengangkat alis, masih yakin bahwa hanya ada aku dan Fandi".

"Jadi kamu nggak tahu ya tentang makhluk yang menjagamu!".

Sontak aku kaget mendengar pengakuan Fandi. Jadi Fandi memiliki penglihatan yang istimewa. Ia sama seperti orang - orang yang sering menatapku sinis, seolah aku memelihara makhluk halus untuk menjagaku. Padahal aku sendiri tidak tahu apa - apa. Bapak, ibu, kakek, atau nenekku tidak pernah menceritakan tentang makhluk penjaga yang mengikutiku.

"Disini, banyak sekali tatapan sinis menuju ke arahku. Mereka merasa terganggu dengan sosok - sosok penjaga yang selalu mengikutiku". Mata Fandi melihat ke arah sekitar.

Tiba - tiba, Fandi menyuruhku untuk memejamkan mata sejenak dan disuruh kembali untuk membukanya setelah ia perintah.

Perlahan - lahan, aku membuka mata melihat sekitar area restoran bagian samping tempat kami beristirahat. Banyak mata tanpa rupa tubuh, tengah memelototiku ke arahku dibalik semak - semak dan bunga yang tertanam di taman samping. Menengok ke arah jendela yang menembus sampai ke meja pengunjung, menyuguhkan pemandangan yang sebelumnya yang tidak pernah aku lihat. Disana, banyak sekali rupa makhluk halus dengan perannya masing - masing.

Ada perempuan berambut panjang dengan mata melotot seperti hampir copot, tengah menjatuhkan salivanya di mangkuk sop pengunjung. Menengok ke arah pembakaran sate, ada sosok menyerupai pocong tengah menjilati satu persatu sate yang sudah selesai dibakar, tidak ada satupun sate yang terlewati jilatannya. Kemudian aku terpaku dengan satu pemandangan yang tak biasa, yaitu pada saat seorang pengunjung keluar dari restoran ini, ada sosok anak kecil tanpa busana yang digandeng sang pengunjung menuju mobilnya.

Saat aku mengngok ke ke sebelah pengunjung yang di pojok, sesosok makhluk dengan wajah yang berlumuran darah tengah mengaduk - ngaduk mangkok bakso milik pengunjung. Sesekali, darah itu ikut jatuh dan masuk ke dalam mangkok bakso yang tengah di santap oleh pengunjung. 

Karena kelamaan melihat hal semacam itu, akhirnya aku melepaskan genggaman tangan Fandi, lalu aku berlari ke arah kamar mandi karena sudah tak sanggup untuk menahan rasa mual di perutku dengan pemandangannya yang baru saja kulihat.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Horor Kejadian Suster Gepeng di Rumah Sakit Soetomo di Daerah Surabaya

Mengungkap Sebuah Misteri Yang Menjadi Perbincangan Pantai Garut Selatan

Kisah Nyata Yang Berasumsi Main Dukun/Ilmu Hitam